إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا
اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah.
Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk“(At Taubah 18).
Masjid sekarang, tidak ubahnya seperti stanplat bus. Jika orang ke
stanplat bus, dia akan menganggap selesai kalau tujuannya telah selesai.
Kita, misaInya, masuk masjid Sholat, duduk sebentar, lalu pulang; tanpa
pernah berbicara apalagi mengenal dengan orang yang duduk di samping
kita.
Belum fungsionalkah masjid? dalam hal membina umat, masjid memang belum
begitu berperan. Umat kita sekarang adalah umat mengapung. Artinya,
tidak mempunyai basis paling bawah. Memang, sebagai organisasi masjid
kelihatannya mantap. Di sana, misaInya, ada Takmir Masjid. Tetapi
nyatanya belum mulus. Kadang kadang, pengurusnya ada, anggotanya tidak
ada. Itu mungkin karena tiadanya keinginan untuk berpartisipasi. Kita
bisa shalat jum'at dimana saja. Selama ini, hal itu tampaknya tidak
menjadi persoalan. Namun untuk kepentingan wilayah, hal itu sebenarnya
kurang menguntungkan. Padahal, masjid sangat mungkin sekali melakukan
pembinaan terhadap Jama'ah di wilayahnya. Tetapi, itulah yang justru
belum kita kerjakan.
Sebuah hal yang tidak bisa dipungkiri, bahwa hal pertama yang dilakukan
oleh Muhammad SAW sesampai di Madinah adalah membangun masjid. Hal
lainnya yang juga beliau lakukan sesudah itu ialah mempersaudarakan kaum
muslimin, terutama antara Muhajirin dan Anshar, serta membuat
kesepakatan konstitusional bersama segenap elemen masyarakat yang ada di
Madinah. Betapa pentingnya arti sebuah masjid, Nabi SAW juga
menyempatkan diri membangun masjid di Quba’ meskipun beliau hanya
tinggal di situ selama empat hari saja.
Sesungguhnya masjid merupakan tempat yang paling penting dalam
membangun sebuah masyarakat Islami. Ini tidak lain karena masyarakat
Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam, yang
kesemuanya itu tidak lain bersumber dari masjid. Diantara nilai itu
ialah:
-
Memperkuat tali ukhuwah dan cinta diantara kaum muslimin.
-
Menebarkan semangat persamaan dan keadilan diantara kaum muslimin, meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.
-
Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan
syariat Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan
didalam masjid.
Ada beberapa hal lain yang mesti dicatat atas peran masjid sebagai basis dakwah.
-
Masjid merupakan markas proyek pembentukan tata sosial baru yang bersifat relijius.
-
Masjid merupakan rumah bagi gerakan ekspansi dakwah dan rekayasa sosial politik dalam rangka dakwah Islam.
-
Masjid merupakan tempat yang terbuka bagi setiap muslim.
-
Masjid merupakan tempat yang sangat nyaman (suasana ta’abbudiyah yang kental) sekaligus aman untuk dakwah.
-
Masjid senantiasa menambatkan hati seorang muslim pada akhirat.
-
Masjid merupakan tempat yang sangat efektif untuk konsolidasi kekuatan ruhiyah.
-
Masjid merupakan perpaduan antara shilah billah dan shilah binnaas.
-
Masjid merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk penerangan terhadap masyarakat muslim.
-
Masjid dalam pemanfaatannya harus merepresentasikan keutuhan (syumuliyah) ajaran Islam.
Dalam pengakulisasian ajaran Islam, masjid merupakan salah satu tempat
yang sangat strategis sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah. Sebagai
pusat gerakan dakwah, masjid dapat difungsionalisasikan sebagai pusat
pembinaan akidah umat, pusat informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta sebagai pusat gerakan dakwah Muhammadiyah.
Hendaknya para Muballigh Muhammadiyah mengkonsolidasikan kekuatan umat
di masjid. Caranya para pengurus Masjid memulai membangun tradisi khusus
sholat subuh berjamaah yang disusul dengan kuliah tafsir, aqidah, fiqih
singkat sekitar 15 menit dan tanya jawab hingga total 30 menit, lalu
dilanjutkan dengan pertemuan ukhuwah untuk membahas berbagai masalah
yang sedang dihadapi jamaah Masjid untuk dibantu diselesaikan secara
riil, seperti masalah ekonomi atau yang lain, atau mengunjungi jamaah
yang tidak hadir sholat subuh yang sedang sakit. Ini semata-mata
melaksanakan hadits Rasul:
من أصبح وهمه الدنيا فليس من الله في شيء ومن لم يهتم بالمسلمين فليس منهم
“Siapa saja yang bangun pagi-pagi dan perhatiannya hanya dunia maka
dia tidak mendapatkan ridlo dari Allah, dan siapa saja yang tidak
memperhatikan kaum muslimin maka dia tidak termasuk golongan kaum
muslimin”(Mu’jam al al Ausath Juz 1/151).
Konsolidasi umat dengan basis masjid ini sangat penting. Sebab umat
islam memang diperintahkan hidup berjamaah dengan ikatan tali agama
Allah dan dilarang umat Islam hidup bercerai-berai apalagi nafsi-nafsi
alias individualistik seperti orang kafir Barat. Allah SWT menegaskan
dalam firman-Nya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,…" (QS. Ali Imran 103).
Dan dengan basis memakmurkan masjid dengan menegakkan sholat berjamaah
lima waktu, dzikir, baca Al Quran, ta’lim hukum-hukum syariah melalui
kuliah tafsir, syarah hadits, dan fiqh yang menjadikan pemahaman umat
akan agama Allah semakin kuat maka ikatan mereka dengan tali agama Allah
semakin erat. Dengan intensitas dan frekwensi kegiatan umat di masjid
akan terwujud suasana ukhuwah Islamiyah yang kuat. Praktek hidup
berjamaah kaum muslimin dengan basis masjid ini akan mewujudkan
kehidupan Islam semakin nyata. Dan kehidupan Islam secara berjamaah ini
adalah kehidupan asasi umat Islam dan sangat urgen bagi tiap individu
muslim.
Kekuatan umat di basis masjid harus selalu dipelihara dengan
konsolidasi pemikiran, perasaan, dan gerak berjamaah dengan kesatuan
gerak dasar, yakni :
- Perkuat aqidah dengan penanaman cinta kepada Allah dan cinta
kepada Rasul melalui pendekatan qira’atul Quran dan Kajian
Sirah/Hadits;
- Memakmurkan Masjid dengan sholat berjamaah lima waktu,
khususnya sholat Subuh yang dilanjutkan dengan kajian dan bahas masalah
riil ummat;
- Membiasakan dan menggemarkan bayar shodaqoh dan infak
perjuangan untuk membiayai gerakan dakwah. Shodaqoh yang dibayarkan
dikumpulkan di masjid sebagai dana ukhuwah Islamiyah untuk menyelesaikan
problem jamaah serta membiayai kegiatan gerakan dakwah di tingkat
masjid. Dengan demikian basis kekuatan umat akan terbentuk secara
nyata.
Oleh karena itu harus ada kesadaran bersama di dalam membangun masjid
dan membangun kehidupan berjamaah di masjid atau dalam memakmurkan
masjid, bahwa semua itu didasarkan semata-mata karena ketaqwaan kepada
Allah SWT, melaksanakan perintah dan syariat Allah, meneladani
Rasulullah saw; bukan untuk kepentingan yang lain, apalagi untuk
kepentingan-kepentingan yang justru membonsai umat Islam dan agama Islam
itu sendiri.
Sebagai pusat pembinaan akidah, masjid dapat difungsikan sebagai tempat
pelaksanaan kegiatan majelis taklim, baik kaum bapak, remaja, dan
ibu-ibu. Bahkan masjid dapat pula dijadikan tempat belajar bagi
anak-anak dengan menggelar atau membuka taman pendidikan Al Qur’an
(TPA). Masjid Muhammadiyah, seharusnya telah memfungsikan diri sebagai
tempat pengembangan dakwah Muhammadiyah. Sebagai pusat informasi dan
pengembangan ilmu, masjid dapat membuka taman bacaan atau perpustakaan
yang dilengkapi dengan fasilitas internet. Saat ini belum begitu banyak
masjid yang melengkapi sarana pengembangan ilmu seperti itu. Sebagai
pusat gerakan dakwah bil hal, masjid Muhammadiyah seharusnya dapat
difungsikan sebagai tempat pelaksanaan peningkatan ekonomi umat dengan
didirikan Baitul Mal wa Tanwil (BMT), koperasi, penyewaan ruangan untuk
resepsi dan sebagainya.
Fungsi masjid di zaman Rasulullah Saw adalah sebagai pusat ibadah untuk
melakukan kegiatan pembinaan dan peningkatan kualitas umat; sebagai
tempat melakukan belajar mengajar, tempat silaturahmi, komunikasi dan
interaksi, mengurus baitul mal, menerima tamu, menyelesaikan
perselisihan umat, menyusun taktik dan strategi perang dan kegiatan
sosial kemasyarakatan lainnya serta sebagai tempat ibadah seperti,
shalat, dzikir dan beriktikaf.
Dengan demikian, masjid di zaman Rasulullah saw, para sahabat dan
generasi berikutnya, memiliki fungsi yang pada intinya perpaduan
kegiatan ibadah (khusus) kepada Allah SWT dengan kegiatan muamalah, dan
perpaduan kegiatan hablum-minallah deng hablun minan-nas. Sebagai salah
pilar pengaktualisian ajaran Islam, masjid Muhammadiyah diharapkan dapat
mengoptimalkan perannya.
Dalam hal ini, menarik untuk melihat kaitan antara belum berfungsinya
masjid sebagaimana mestinya dengan Persyarikatan Muhammadiyah. Diakui
atau tidak, Muhammadiyah punya kekuatan menarik orang untuk berkumpul,
walaupun itu dalam tataran perorangan. Selain itu Muhammadiyah harus
berfungsi sebagai pembina wilayah. Membina wilayah atau jama'ah, dengan
prinsip partisipasi, mempunyai komitmen membina umat dalam segala hal di
wilayahnya. Islam yang sekarang ini, masih diorganisir oleh
nilai-nillai "abstrak". Belum kongkrit. Solidaritas umat masih berkisar
pada solidaritas polity (bukan politik ed). Artinya, kita merupakan
kesatuan sosial yang mungkin saja utuh, tetapi tidak mempunyai tujuan
yang jelas. Jadi, solidaritas memang ada, hanya belum mengakar. la hanya
bisa digunakan secara insidental, misalnya dalam Pemilihan Umum, atau
dukungan lainnya yang bersifat temporal. Sudah saatnya kita beralih
kepada bentuk solidaritas yang lebih mengakar.
Dan solidaritas yang dimaksudkan adalah solidaritas sosial dan
solidaritas ekonomis ditingkat bawah. Artinya, umat tidak hanya
disatukan oleh ibadah yang sifatnya bersama, tetapi juga disatukan oleh
nasib sosial dan nasib ekonomi yang sama. Tentang nasib sosial, misaInya
begini: Sekarang ini kecenderungan pembangunan di masyarakat dibagi
bagi menjadi kelas kelas kaya, miskin, negeri, swasta, buruh, majikan,
dan lain sebagainya. Itu berarti, masing masing orang ditarik kelasnya.
Tetapi kalau ada solidaritas sosial, pembagian ke kelas itu tidak akan
ada. Umat itu satu. Dalam hal ini, di tingkat yang paling bawah adalah
jama'ah masjid. Sedangkan nasib ekonomis misalnya, kita saling membantu.
Sebagai contoh, ada lingkungan masjid yang tidak mampu menyekolahkan
anaknya. Itu disantuni oleh jama'ah. Mungkin santunannya tidak berupa
uang, tetapi bisa dengan mencarikan pekerjaan untuk orang tuanya. Atau
kalau ada yang sakit, kita yang mencarikan obatnya, atau dibantu secara
bergotong royong. Bentuk semacam itu yang amat kongkrit. Solidaritas
sosial itu, nanti, juga akan mampu membendung polarisasi sosial baik di
kota maupun di desa yang kelak bisa saja menjadi "konflik kelas".
Sedangkan sofidaritas ekonomis, akan mampu secara mendadak sekalipun,
menyantuni anggota jama'ah. Dan dalam jangka panjang, bisa mendidik
orang untuk berdiri sendiri.
Apakah dengan demikian masjid diharapkan mampu tampil sebagai pusat
perubahan sosial? Agaknya begitu. Artinya, masjid mengubah masyarakat
menjadi mandiri. Kemandirian sosial ekonornis di tingkat bawah. Dan itu
amat mungkin terjadi. Di desa, misaInya, tentu ada ulama, pedagang,
petani, dan lain sebagainya. Dalam pengelolaan zakat, mereka sudah
merupakan sumber dana yang jelas. Belum lagi dari hasil pertanian,
infaq, dan lain sebagaianya yang kesemuanya bisa dimanfaatkan. Di kota,
barangkali agak lebih susah. Tetapi di kota, selalu ada orang yang
berada, dan sebaliknya. Jadi, andaikata masjid bisa meningkatkan
citranya bahwa dia betul betul bisa dipercaya, orang tidak akan segan
mengeluarkan sebagaian penghasilannya, mungkin tidak seperlima, malah
lebih.
Kesulitannya, memang, selama ini masjid sekedar dianggap sebagai tempat
ibadah formal. Tetapi untuk menjadikannya sebagai pusat gerakan,
sesungguhnya tidak terialu sulit, cukup dengan sedikit workshop.
Pengurus masjid itu harus bisa apa saja, bagaimana melaksanakan survey
mengenai: jumlah penduduk, penghasilan, pekerjaan, dan lain sebagainya,
secara sederhana dalam suatu masyarakat. Data data itu memang sebetulnya
harus dikuasai. Sebab, kalau kita memiliki data lengkap tentang jamaah
masjid, kita akan lebih mudah mengelompokkannya. Yang sangat jelas, itu
akan membantu sekali dalam menganalisis sumber sumber tenaga, dan
pikiran yang potensial. Masjid Muhammadiyah, dengan tujuan pembinaan
wilayah, orientasinya memang lebih mikro, dan lebih mementingkan
partisipasi seluruh anggotanya di tingkat bawah. Jadi memantapkan umat,
maksudnya adalah umat yang tinggal di wilayah tertentu.Tentu saja
pendekatan ini memang mikro, oleh sebab itu harus disertai dengan
gerakan penunjang yang bersifat makro. Mungkin struktural, mungkin
konstitusional atau apa pun namanya di tingkat atas. Sementara itu,
masjid tetap gerakan di bawah. Dan itu menguntungkan. Karena masjid
bukan organisasi massa. Jadi, tidak terkena aturan yang bermacam macam.
Agar Masjid Muhammadiyah bisa berperan sebagai Pusat Gerakan Dakwah,
maka masjid harus mampu mengoptimalkan pengelolaannya sebagai sarana
pembinaan ke-Islaman dan aktivitas keumatan yang sensitif terhadap
masalah serta dinamika kehidupan masyarakat Program ini dibreakdown
dalam 5 kegiatan sebagai berikut:
1. Memimpinkan Pelaksanaan Panduan Pengelolaan Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
2. Menyelenggarakan TOT Pelatihan Ta’mir Masjid dan Mushalla Muhammadiyah
3. Membangun Jaringan Masjid & Mushalla yang sejalan dengan Muhammadiyah
4. Membentuk dan Membina Jama’ah di setiap Masjid/Mushalla Muhammadiyah (GJDJ)
5. Memimpinkan Pelaksanaan Sistem Pembinaan Anggota dan Simpatisan Muhammadiyah
Strategi yang bisa dilakukan adalah dengan menformulasikan pesan dakwah
dalam bahasa yang mudah dipahami, membina pengajian dan mengembangkan
media dakwah yang efektif.